Monday, November 19, 2012

KERAJAAN SALAKANAGARA

Pandeglang menyuguhkan banyak sejarah yang sangat menarik untuk di teliti. Salah satunya sejarah Kerajaan Salakanagara. Cihunjuran, Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon merupakan tempat-tempat yang menyimpan banyak situs tentang Salakanagara. Di Cihunjuran misalnya, di tengah hamparan pesawahan terdapat beberapa batu-batu purba serta kolam-kolam pemandian purba tepatnya zaman Megalitikum.

Bukan hanya batu-batuan dan kolam-kolam purba yang menambah menariknya Cihunjuran, pemakaman Aki Tirem Luhur Mulia atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam yang ukurannya tidak seperti pemakaman pada umumnya semakin menambah eksotisme sejarah di tempat tersebut.
Batu Dolmen, tumpukan menhir yang dikumpulkan oleh warga setempat, Batu Dakon dan Batu Peta yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan isi peta tersebut semakin menambah eksotisme nilai sejarah yang ada di situs Cihunjuran.
Ditengah rasa kekaguman dan keingintahuan terhadap eksotisme sejarah peninggalan Salakanagara rasa keingintahuan itu pun terpuaskan dengan adanya keterangan dari salah satu narasumber sekaligus tokoh masyarakat setempat. Bapak Entong begitulah panggilan akrab bapak yang diperkirakan umurnya diatas 60 tahun itu. Berikut beberapa keterangan dari beliau.

1. Kerajaan Salakanagara Ada Sejak Abad Ke 1 (satu)
Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang ada di Nusantara. Raja pertama Kerajaan tersebut adalah Dewawarman. Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara (Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia dengan Putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci, maka setelah Dewawarman menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman menjadi Raja I (pertama) yang memikul tampuk kekuasaan Kerajaan Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII).

2. Nama lain Aki Tirem Luhur Mulia Aki Tirem Luhur Mulia yang merupakan mertua dari penguasa pertama kerajaan Salakanagara. Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat (Cihunjuran) dengan nama Prabu Angling Dharma dan Wali Jangkung.
Nama inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah cerita rakyat biasa tanpa fakta ataukah nama Angling Dharma/Wali Jangkung memang benar-benar nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia? Tapi kalau ini memang benar adanya, lalu samakah Angling Dharma yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat Cihunjuran?
Ada satu lagi hal yang menarik yang harus dipertanyakan. Kalau memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung. Bukankah sebutan Wali hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Lalu apa sebenarnya agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam kah atau Hindu? Apakah Aki Tirem Luhur Mulia (nama asli) beragama Islam atau Hindu? Tapi dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk setempat.
Hal tersebut bisa terlihat dari ritual-ritual, yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu dan bacaan-bacaan Ziarah.

3. Bukti-bukti Sejarah Peninggalan Salakanagara:
a.) Menhir Cihunjuran; berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang.
Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
b.) Dolmen; terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya.
c.) Batu Magnit; terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.
d.) Batu Dakon; Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan
e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun.
f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.

No comments:

Post a Comment